Berikut ini adalah daftar peraturan
perundang-undangan yang mengatur tentang penyelenggaraan Pemilu sejak
pemilu tahun 1955, pemilu tahun 1971, pemilu tahun 1977, pemilu tahun
1982, pemilu tahun 1987, pemilu tahun 1992, pemilu tahun 1997, pemilu
tahun 1999, pemilu tahun 2004 dan pemilu tahun 2009.
1. Pemilu tahun 1955
- UU nomor 7 tahun 1953 tentang Pemilihan Anggota Konstituante dan Anggota DPR
- UU nomor 18 tahun 1955
- PP nomor 9 tahun 1954 tentang Penyelenggaraan UU Pemilu nomor 7 tahun 1953
2. Pemilu tahun 1971
- UU nomor 15 tahun 1969
- PP nomor 1 tahun 1970
- PP nomor 2 tahun 1970
- PP nomor 3 tahun 1970
- PP nomor 28 tahun 1970
3. Pemilu tahun 1977
4. Pemilu tahun 1982
5. Pemilu tahun 1987
6. Pemilu tahun 1992
a. PP nomor 37 tahun 1990
7. Pemilu tahun 1997
8. Pemilu tahun 1999
9. Peraturan Pemilu tahun 2004
- UU nomor 4 tahun 2000
- UU nomor 12 tahun 2003
- UU nomor 23 tahun 2003
- UU nomor 20 tahun 2004
- Perpu nomor 2 tahun 2004
- Perpu nomor 1 tahun 2006
10. Peraturan Pemilu tahun 2009
1). UU dan Peraturan KPU | a) UU nomor 10 tahun 2008 tentang pemilihan umum anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota tahun 2009 |
c) Peraturan KPU nomor 12 tahun 2008 tentang pedoman penelitian, veirifkais dan penetapan partai politik sebagai peserta pemilu tahun 2009
d) Peraturan KPU nomor 17 tahun 2008 tentang penetapan alokasi kursi dan daerah pemilihan anggota DPRD Provinsi dan DPRD Kab/Kota dalam pemilu tahun 2009
e) Peraturan KPU nomor 44 tahun 2008 tentang pedoman tata cara penyelesaian pelanggaran administrasi pemilu
f) Peraturan KPU nomor 20 tahun 2009 tentang perubahan atas peraturan KPU nomor 44 tahun 2008 tentang pedoman tata cara penyelesaian pelanggaran administrasi pemilu
g) Peraturan KPU 23 tahun 2008 tentang pedoman pelaksanaan sosialisasi dan penyampaian informasi pemilu anggota DPR, DPD dan DPRD
h) Peraturan KPU nomor 31 tahun 2008 tentang Kode Etik Penyelenggara Pemilu
i) Peraturan KPU nomor 38 tahun 2008 tentang tata kerja dewan kehormatan KPU dan KPU Provinsi
j) Peraturan KPU nomor 40 tahun 2008 tentang partisipasi masyarakat dalam Pemilu anggoat DPRD, DPD dan DPRD serta Pemilu Presiden dan Wakil Presiden
k) Peraturan KPU nomor 45 tahun 2008 tentang pemantau dan tata cara pemantauan pemilu2). Pendaftaran Pemiliha) Peraturan KPU nomor 10 tahun 2008 tentang tata cara penyusunan daftar pemilih untuk pemilu anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi dan DPRD Kab/Kota
b) Peraturan KPU nomor 11 tahun 2008 tentang tata cara penyusunan daftar pemilih bagi pemilih di luar negeri
c) Peraturan KPU nomor 16 tahun 2009 tentang perubahan atas Peraturan KPU nomor 10 tahun 2008 tentang tata cara penyusunan daftar pemilih untuk pemilu anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi dan DPRD Kab/Kota
d) Peraturan KPU nomor 17 tahun 2009 tentang perubahan atas Peraturan KPU nomor 11 tahun 2008 tentang tata cara penyusunan daftar pemilih bagi pemilih di luar negeri3). Pencalonana) Peraturan KPU nomo 13 tahun 2008 tentang tata cara penelitian, verifikasi dan penetapan calon perseorangan dalam pemilu 2009
b) Peraturan KPU nomor 18 tahun 2008 tentang tata cara pencalonan anggota DPR, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota4). Kampanyea) Peraturan KPU nomor 19 tahun 2008 tentang pedoman kampanye pemilu anggota DPR
b) Peraturan KPU nomor 1 tahun 2009 tentang pedoman pelaporan dana kampanye partai politik peserta pemilu
c) Peraturan KPU nomor 12 tahun 2009 tentang pedoman kampanye di luar negeri
d) Peraturan KPU nomor 19 tahun 2009 tentang petunjuk pelaksanaan kampanye pemilu anggota DPR
e) Peraturan KPU nomor 22 tahun 2009 tentang pedoman pelaksanaan audit laporan dana kampanye
f) Peraturan KPU nomor 23 tahun 2009 tentang perubahan atas Peraturan KPU nomor 1 tahun 2009 tentang pedoman pelaporan dana kampanye partai politik peserta pemilu
g) Peraturan KPU nomor 25 tahun 2009 tentang perubahan kedua atas Peraturan KPU nomor 1 tahun 2009 tentang pedoman pelaporan dana kampanye partai politik peserta pemilu5). Pemungutan dan penghitungan suaraa) Peraturan KPU nomor 3 tahun 2009 tentang pedoman teknis pelaksanaan pemungutan dan penghitungan suara di TPS
b) Peraturan KPU nomor 11 tahun 2009 tentang pedoman teknis pelaksanaan pemungutan dan penghitungan suara di luar negeri
c) Peratruan KPU nomor 13 tahun 2009 perubahan atas Peraturan KPU nomor 3 tahun 2009 tentang pedoman teknis pelaksanaan pemungutan dan penghitungan suara di TPS
d) Peraturan KPU nomor 18 tahun 2009 tentang perubahan atas Peraturan KPU nomor 11 tahun 2009 tentang pedoman teknis pelaksanaan pemungutan dan penghitungan suara di luar negeri
e) Susunan dalam satu naskah peraturan KPU nomor 3 tahun 2009 sebagaimana diubah oleh peraturan KPU nomor 13 tahun 20096). Rekapitulasi dan Penetapan Hasila) Peraturan KPU nomor 46 tahun 2008 tentang pedoman teknis pelaksanaan rekapitulasi penghitungan hasil perolehan suara di kecamatan, kabupaten, dan provinsi, serta tingkat nasional dalam pemilu anggota DPR, DPD, DPRD Porvinsi dan DPRD Kab/Kota tahun 2009
b) Peraturan KPU nomor 15 tahun 2009 tentang pedoman teknis penetapan dan pengumuman hasil pemilu, tata cara penetapan perolehan kursi, penetapan calon terpilih dan penggantian calon terpilih dalam pemilu anggota DPR, DPD, DPRD Porvinsi dan DPRD Kab/Kota tahun 2009
c) Peraturan KPU nomor 26 tahun 2009 tentang perubahan atas Peraturan KPU nomor 15 tahun 2009 tentang pedoman teknis penetapan dan pengumuman hasil pemilu, tata cara penetapan perolehan kursi, penetapan calon terpilih dan penggantian calon terpilih dalam pemilu anggota DPR, DPD, DPRD Porvinsi dan DPRD Kab/Kota tahun 2009
3) Peraturan KPU nomor 10 tahun 2009 tentang Jadwal dan Tahapan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden tahun 2009
1) Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004
11. Peraturan Pemilu tahun 2014
- UU nomor 2 tahun 2011 tentang Partai Politik
- UU nomor 15 tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilu
- UU nomor 8 tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD dan Lampiran Peta Daerah Pemilihan dan Jumlah Kursi
- Peraturan komisi pemilihan umum Nomor : 01 tahun 2010 Tentang Perubahan atas peraturan komisi pemilihan umum nomor 05 Tahun 2008 tentang tata kerja komisi pemilihan umum, Komisi pemilihan umum provinsi, dan komisi pemilihan umum Kabupaten/kota sebagaimana diubah dengan peraturan komisi Pemilihan umum nomor 21 tahun 2008 dan peraturan komisi pemilihan Umum nomor 37 tahun 2008
- Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 09 Tahun 2010 Tentang Pedoman Penyusunan Tahapan, Program, Dan Jadwal Penyelenggaraan Pemilihan Umum Kepala Daerah Dan Wakil Kepala Daerah
- Peraturan KPU Nomor 15 tahun 2010 Tentang Perubahan atas peraturan komisi pemilihan umum Nomor 72 tahun 2009 tentang pedoman tata cara pelaksanaan Pemungutan dan penghitungan suara pemilihan umum Kepala daerah dan wakil kepala daerah Di tempat pemungutan suara
- Peraturan KPU Nomor 11 Tahun 2012 tentang Perubahan Atas Peraturan KPU Nomor 7 Tahun 2012 tentang Tahapan, Program dan Jadwal Penyelenggaraan Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Tahun 2014
- Peraturan KPU Nomor 12 Tahun 2012 tentang Perubahan Atas Peraturan KPU Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pendaftaran, Verifikasi, dan Penetapan Partai Politik Peserta Pemilu Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota.
BAB III
PENUTUP DAN KESIMPULAN
- PENUTUP
Golongan putih (golput) atau kelompok
yang tidak mau memilih diperkirakan akan meningkat pada Pemilu 2014
mendatang. Demikian analisa sejumlah pengamat politik yang memandang
pesimis akan suksesnya penyelenggara pemilu dan pihak terkait yaitu
pemerintah, partai politik dan kesadaran berpolitik masyarakat.
Ketua Balitbang DPP Partai Golkar, Indra J
Piliang, menyatakan, “Di antara faktor yang akan mempengaruhi semakin
banyaknya golongan putih, karena kejenuhan publik terhadap politik.” Hal
ini dia sampaikan dalam Pelatihan Jurnalis “Peran Pers Mendorong
Terciptanya Pemilu 2014 yang jujur dan adil” dihadiri wartawan media
cetak dan elektronik, di Padang, Rabu (21/11/2012).
Kondisi itu, tentu tak terlepas dari
kurang kepercayaan pemilih terhadap penyelenggara dan peserta pemilu,
serta fakta yang diperlihatkan para elit politik di legislatif.
“Kejenuhan publik terhadap politik suatu hal yang wajar saja dalam era
demokrasi. Hal sudah terjadi di sejumlah negara-negara eropa,” ujarnya.
Golongan putih pada Pemilu mendatang itu,
tambah dia, akan didominasi kalangan kelas menengah ke atas, yaitu
pengusaha dan kaum intelektual. Dampaknya jelas terhadap tingkat
partisipasi pemilih yang menurun dibandingkan pelaksanaan Pemilu
sebelumnya. Kemudian, kalangan politisi dalam menghadapi Pemilu 2014,
diprediksi tidak akan banyak membuat media publikasi seperti baliho dan
lainnya, karena uang banyak habis dan kursi tidak dapat. Perkembangan
politik ke depan, bahwa banyak kalangan profesional yang tak mau masuk
ke dunia politik, karena tingginya biaya dan mempertimbangkan apa yang
akan didapatnya dari partai.
Anggota KPU Sumatera Barat, M Muftie
Syarfie ,mengatakan dorongan partisipasi pemilih akan menurun di Pemilu
mendatang, juga ikut dipengaruhi peraturan perundang-undangan. Kemudian
ada program penyuluhan terhadap pemilih pemula, serta membuat “alat
permainan” yang nantinya dapat mengedukasi sehingga membuat pemilih
datang ke tempat pemungutan suara. Selain itu, memberikan pelatihan
terhadap kalangan insan pers tentang Pemilu, sehingga informasi terhadap
tahapan dan penyelenggaraan sampai ke masyarakat.
Ketua KPU Pusat, Husni Kamil Manik,
menyampaikan secara terpisah di Padang, pihaknya menargetkan tingkat
partisipasi pemilih pada Pemilu 2014 mencapai 75% atau mengalami
kenaikan sekitar empat persen dibanding Pemilu 2009.
Mengutip petikan wawancara Ketua KPU,
Husni Kamil Manik ketika berbincang dengan pimpinan redaksi dan para
pewarta Jawa Pos, di kantor Jawa Pos, Gd. Graha Pena, Jakarta, Kamis
(14/2/2013) yang lalu, tentang harapannya bahwa pemilu itu bukan hanya
intrik politik, adu strategi antar kandidat untuk menjadi pemenang. Tapi
harusnya juga bisa dinikmati oleh seluruh rakyat, sebagai sebuah pesta
demokrasi, sebagai hiburan. Jangan lagi ada kekerasan, yang ada adalah
kegembiraan. Jika penyelenggaraan pemilu dapat terlaksana seperti apa
yang dibayangkannya, menurut Husni, tingkat partisipasi masyarakat juga
pasti akan tinggi.
Hal ini kemudian menjadi target bagi KPU
sebagai lembaga penyelenggara Pemilu yang bersifat nasional, tetap dan
mandiri sebagaimana amanat dari Undang – Undang NKRI tersebut. Dengan
keyakinan itu pula, KPU secara gamblang memprediksi pada Pemilu 2014
nanti, tingkat partisipasi masyarakat diharapkan bisa mencapai minimal
75 persen. Angka peningkatan partisipasi masyarakat dapat terwujud
secara kuantitas maupun kualitas.
Untuk mencapai target tersebut, KPU akan
menggagas program-program yang bisa dinikmati oleh masyarakat, namun
dengan biaya yang relatif murah. Salah satu program yang akan menggelar
oleh KPU berupa kegiatan “jalan sehat untuk pemilu sehat” yang diikuti
serentak oleh KPU, KPU provinsi, dan KPU kabupaten/kota se-Indonesia.
Ide tersebut dianggap tidak mahal, namun menyenangkan banyak orang. Dan
tidak menutup kemungkinan dilaksanakan kegiatan lain, misalnya
mengadakan event-event olahraga, atau apa saja. Intinya kegiatan
yang bisa menggiring persepsi dan pemahaman semua orang bahwa pemilu itu
sesuatu yang menghibur bagi masyarakat.
KPU tentu saja tidak dapat mewujudkan gagasan menjadikan pemilu sebagai sebuah electainment
itu sendirian. Semua pihak yang memiliki kepentingan dengan pemilu,
harus turut memainkan perannya masing-masing dengan elegan dan cara-cara
yang soft.
- KESIMPULAN
Tahapan pemilu 2014 sudah di depan mata.
Undang-Undang No 8 tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan
Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah telah diundangkan pada tanggal 11 Mei 2012. Ada beberapa
perbedaan mendasar antara regulasi yang mengatur tentang pemilu 2014
dengan pemilu 2009. Demi kesuksesan pemilu, penyelenggara pemilu di
tingkat pusat dan daerah telah melakukan berbagai kajian serta
identifikasi persoalan teknis dan non teknis sebagai implikasi atas
perbedaan tersebut.
Ada lima hal yang secara prinsip sangat berbeda antara Pemilu 2009 dengan Pemilu 2014, yaitu meliputi :
- sistem pendaftaran pemilih,
- peserta pemilu,
- pembentukan daerah pemilihan,
- sistem pemungutan suara dan
- sistem penghitungan suara.
- Perbedaan pendataan pemilih pada Pemilu 2009 denganPemilu 2014
Pada Pemilu 2014, PPS mendaftar berbasis
domisili (de facto). Sementara Pemilu 2009 berbasis de jure (berbasis
KTP). Secara teknis hal ini tidak mudah. Apalagi di Pasal 40 UU No 8
Tahun 2012 dijelaskan bahwa bagi Warga Negara yang sudah memenuhi syarat
tetapi tidak memiliki identitas apapun, maka KPU wajib mendaftar, yaitu
dimasukkan kepemilih khusus. Pemilih khusus ini dicatat setelah tidak
terdaftar di pemilih tambahan.
Sedangkan pemilih tambahan didaftar
selambat-lambatnya H-3 (hari pemungutan suara-red), maka pemilih khusus
didaftar setelah H-3. Pendaftaranpemilih khusus wajib dilakukan oleh KPU
provinsi, bukan oleh KPU kabupaten/kota dan penyelenggara pemilu di
bawahnya. Oleh karena itu, KPU pusat terutama harus secara hati-hati
dalam membuat regulasi, agar secara teknis bisa dijalankan dan hak pilih
Warga Negara yang sudah memenuhi syarat bisa terpenuhi. Terutama dengan
mempertimbangkan perbedaan kondisi geografis wilayah Indonesia.
Dengan adanya pemilih tambahan dan
pemilih khusus, yang pendataannya masih dimungkinkan dilakukan pada H-1,
maka masalah teknis yang kemungkinan muncul dalam daftar pemilih yang
akan muncul pada pemilu 2014 nanti. Dengan adanya pemilih tambahan dan
pemilih khusus ini maka KPU provinsi memiliki tanggungjawab yang lebih
besar tentang daftar pemilih. Misalnya, jika ada orang yang tidak
memiliki kartu identitas apapun meminta untuk dimasukkan kedalam daftar
pemilih khusus, maka bagaimana caranya KPU Provinsi membuktikan bahwa
orang tersebut sudah memiliki hak untuk memilih, padahal dia tidak
memiliki kartu identitas yang jelas.
- Perubahan ketentuan untuk menjadi peserta pemilu
Untuk menjadi peserta pemilu,
partai politik calon peserta pemilu 2014 yang saat ini belum memiliki
kursi di DPR RI, yaitu parpol yang tidak lolos parliamentary threshold
(PT-red) pada pemilu 2009, parpol tersebut harus mendaftar di KPU.
Syarat-syarat yang paling menonjol adalah parpol tersebut harus
mempunyai kepengurusan di setiap provinsi dan parpol tersebut harus
mempunyai kantor tetap untuk kepengurusan pada tingkatan pusat,
provinsi, dan kabupaten/kota sampai tahapan terakhir Pemilu. Ini adalah
dua hal yang sangat prinsip dan harus diperhatikan oleh parpol agar
lolos verifikasi.
- Dengan adanya perubahan daerah pemilihan, resiko politik dan resiko anggaran pada pemilu 2014
Dalam pemilu 2014, kursi DPRD Provinsi
ditetapkan dari kabupaten/kota atau gabungan kabupaten/kota, jumlah
kursi per dapil 3 sampai 12 kursi. Ada ayat yang mengatakan kalau
kabupaten/kota atau gabungan kabupaten/ kota tidak bisa dilaksanakan
(pembentukan Dapil tersebut, karena melampaui ketentuan jumlah maksimal,
red.) maka dibolehkan membagi kabupaten/kota menjadi dua atau lebih
dapil dengan kursi 3 sampai 12.
- Antisipasi terkait perubahan dapil tersebut.
Pembuatan regulasi tentang pemilu adalah
kewenangan KPU Pusat, KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota tinggal
melaksanakan. Problem dapil merupakan kebijakan politik. Ini tidak
sesederhana jika yang ada adalah kebijakan teknis. Belajar dari
pengalaman pada pemilu 2004, dalam penentuan dapil pada pemilu 2014,
harus bisa diterima oleh semua pihak. KPU Provinsi dan KPU
Kabupaten/Kota telah dilakukan kajian-kajian hukum terkait regulasi ini.
- Perbedaan penghitungan suara/kursi bagi parpol.
Pada pemilu 2009 kan PT hanya
diberlakukan untuk DPR RI. Untuk DPRD tidak menggunakan ketentuan PT
tersebut. Sedangkan pada pemilu 2014, PT berlaku secara nasional yaitu
berlaku untuk Pemilu DPR serta Pemilu DPRD Provinsi dan Pemilu DPRD
Kabupaten/Kota. Sehingga parpol yang secara nasional tidak memperoleh PT
3,5% sama sekali tidak dimasukkan dalam perhitungan kursi, baik DPR RI,
DPRD Provinsi maupun Pemilu DPRD Kabupaten/Kota.
Kedua, untuk pemilu 2009 jika ada sisa
suara DPR RI, diakumulasi di tingkat provinsi dari dapil masing-masing.
Pada pemilu 2014, setelah dilihat parpol memenuhi PT 3,5% dari suara sah
nasional maka parpol itu diikutkan dalam penghitungan kursi di pusat
dan daerah. Bagi yang tidak memenuhi, tidak diperhitungkan sama sekali.
Alokasi kursi ada penggabungan sisa suara
di tingkat provinsi, sementara pada 2014 habis di dapil bersangkutan.
Artinya bagi parpol yang memenuhi Bilangan Pembagi Pemilih (BPP-red.)
maka akan diperhitungkan di tingkat awal, sisanya menjadi sisa suara.
Parpol yang tidak memenuhi BPP langsung dijadikan sisa suara, maka lalu
dilihat rangkingnya. Sisa suara terbanyak secara berturut-turut
mendapatkan alokasi kursi yang masih tersisa, sampai sisa kursi habis
- Cara memberikan suara dalam Pemilu 2014
Teknisnya kembali ke mencoblos. Tetapi UU
baru ini membatasi bahwa pada pemilu 2014, sistem pemungutan suaranya
hanya diperbolehkan mencoblos satu kali. Kalau di 2004 pengaturan berapa
kalinya kan dengan peraturan KPU. Demikian juga pada pemilu 2009. Ini
harus dicermati oleh KPU pusat agar tidak membingungkan pemilih. Karena
di pemilu sebelumnya kan boleh menandai lebih dari satu kali. Dengan
menggunakan sistem proporsional terbuka, sehingga bisa memilih parpol
atau calonnya, maka definisi coblos satu kali ini harus jelas.
BAgus... super lengkap.Sangat baik utk pembelajaran publik ttg Pemilu dan demokrasi.
BalasHapusSangat Bagus, Pengelolaannya Harus terus update dan lebih lengkap lagi klau ditambah dengan Peraturan dan UU Pilkada,...salam super...
BalasHapusSuatu pembelajaran...
BalasHapusPeraturan pemerintah tentang pemilu dan korupsi dong.
BalasHapusTerimakasih kak atas penjelasanny
BalasHapuspusiiing bacanya brooo..
BalasHapusUU Pemilu tahun 2017 mana? kok ngga up date sih
BalasHapus